/ Poe-Life: Ketika Manusia Berteman dengan Teknologi untuk Kedalaman Berekspresi
Kemajuan teknologi telah mengubah cara manusia dalam berelasi dan menjalin komunikasi baik dengan manusia lain maupun dengan teknologi itu sendiri. Di satu sisi teknologi membawa harapan baru untuk menciptakan kesempatan serta mempersempit kesenjangan, namun disisi lain teknologi terkadang membawa kesenjangan antar manusia. Menyadari dinamika interaksi manusia dan teknologi, maka munculah diskusi mengenai perlunya empati yang bertemu dengan teknologi.
Sebagai aplikasi penulisan, Creative Digital English, Fakultas Humaniora, BINUS University mengusung pertemuan antara empati dan teknologi bernama Poe-Life. Poe-life adalah aplikasi penulisan puisi kreatif dengan tujuan utama menciptakan media alternatif terapi puisi (disebut juga "Sanative Writing"), sebagai upaya untuk menemani (menghasilkan materi konseling) bagi siapa saja yang membutuhkan ekspresi tantangan hidup yang lebih dalam. Aplikasi ini telah menerapkan teknologi empati di mana manusia masih dianggap memiliki emosi dan empati, serta memegang kendali, sehingga generator puisi berbantuan AI "dapat mendukung orang terhubung satu sama lain dan dengan diri kita sendiri dengan cara yang paling manusiawi" (Crum, 2022).
Dalam proses pembuatan puisi, pengguna diberi kebebasan apakah menggunakan AI atau melanjutkan secara manual, murni dari ekspresi mereka sendiri. Bahkan setelah mereka memilih untuk menggunakan AI, mereka masih mengendalikan prosesnya. AI (bernama Plath—dari Sylvia Plath) hanya melanjutkan kata atau baris pengguna dengan menyarankan 3 hingga 5 kata, yang dapat mereka edit, gunakan, atau hapus. Dialog ini dapat terjadi sejauh pengguna membutuhkannya hingga emosi atau ide yang tertekan diekspresikan dengan baik, diiringi musik latar, mendukung nuansa emosi yang dipilih (senang, sedih, atau marah).
Dalam prosesnya, pengguna dapat menggunakan bank kata yang disediakan untuk kategori kata penyembuhan dan menyakitkan, dengan terjemahan bahasa Indonesia juga. Setelah puisi selesai, pengguna memiliki dua opsi: mereka dapat membagikannya dengan teman-teman mereka, masyarakat umum, dan fasilitator (profesor pembinaan), atau mereka dapat menyimpannya untuk diri mereka sendiri dan hanya membagikannya dengan fasilitator. Setelah dibagikan, pengguna lain di komunitas dapat berkomentar, memberikan emotikon cinta/suka dan empati, dan berbagi. Diharapkan seluruh proses dapat memberikan pengalaman penyembuhan pribadi kepada pengguna dan juga materi puitis tertulis untuk diskusi hangat lebih lanjut dengan konselor bila dibutuhkan.