/ Peringati Hari Kemerdekaan: Industri Baja Nasional Perlu Visi Jangka Panjang Guna Mewujudkan Kedaulatan Ekonomi
Pengamat industi baja dan pertambangan, Widodo Setiadharmaji, mengatakan, bahwa kemerdekaan politik yang dirayakan setiap 17 Agustus harus ditopang oleh kemandirian ekonomi yang kokoh, dan industri baja adalah fondasinya.
“Pengalaman global sangat jelas. Negara-negara yang berdaulat secara ekonomi adalah mereka yang menguasai industri-industri strategisnya, dan baja adalah salah satu yang paling fundamental. Tanpa kemandirian di sektor ini, kita rawan terhadap fluktuasi harga global dan kebijakan proteksionis negara lain,” ujar Widodo Setiadharmaji di Jakarta, 15 Agustus 2025.
Ungkap Widodo Setiadharmaji, pelajaran paling relevan datang dari dua kekuatan ekonomi dunia: Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang memiliki sejarah panjang dalam melindungi industri baja mereka demi kedaulatan nasional.
“Di Amerika Serikat, baja bukanlah sekadar komoditas, melainkan pilar keamanan nasional. Sejak Perang Dunia II, AS sadar bahwa tanpa baja domestik, mereka tidak akan mampu mempertahankan posisi sebagai kekuatan dunia. Kesadaran ini melahirkan kebijakan proteksionis yang konsisten selama hampir satu abad,” jelasnya.
Ia juga mencontohkan, mulai dari Smoot-Hawley Tariff Act pada 1930, Nixon Shock pada 1971, hingga penerapan tarif 25%—bahkan 50%—dengan alasan keamanan nasional di era modern. Pesannya jelas: bahkan negara simbol perdagangan bebas pun tidak ragu mengambil langkah ekstrem untuk melindungi industrinya.
Sementara itu, Uni Eropa memiliki cerita yang berbeda namun dengan tujuan akhir yang sama. Industri baja adalah cikal bakal lahirnya Uni Eropa melalui European Coal and Steel Community (ECSC) pada 1952 sebagai proyek perdamaian. Namun hari ini, perannya telah bergeser menjadi pilar kedaulatan strategis.
“Di tengah gempuran baja impor murah dan krisis energi, Uni Eropa secara aktif menggunakan instrumen anti-dumping dan safeguard measures untuk memastikan rantai pasok vital bagi sektor otomotif, konstruksi, dan pertahanan tetap aman di dalam kawasan Eropa,” kata Widodo.
Dari dua contoh tersebut, terlihat bahwa membangun dan melindungi industri baja adalah agenda strategis yang tidak bisa ditawar. Indonesia dapat memetik lima pelajaran penting untuk membangun industri baja yang tangguh dan mandiri:
1. Visi Jangka Panjang & Keberpihakan Kebijakan: Diperlukan arah strategis yang konsisten lintas pemerintahan dengan target kapasitas, teknologi, dan kualitas produk yang terukur.
2. Perlindungan Pasar Domestik: Kebijakan yang melindungi industri dalam negeri dari serbuan impor berbiaya rendah adalah syarat mutlak agar kapasitas produksi nasional dapat bertumbuh.
3. Kelembagaan yang Kuat: Perlu adanya sebuah badan atau kementerian khusus, seperti Kementerian Baja di India, untuk memastikan koordinasi kebijakan lintas sektor berjalan efektif.
4. Ketahanan Pasokan Bahan Baku: Jaminan pasokan bahan baku dan energi harus dipastikan, baik melalui sumber daya domestik maupun diversifikasi mitra internasional.
5. Inovasi dan Transisi Hijau: Mengantisipasi tuntutan global terhadap baja rendah emisi yang akan menjadi aspek daya saing krusial di masa depan.
Lebih lanjut, Widodo menekankan bahwa target kapasitas baja nasional lebih dari 100 juta ton pada 2045 hanya akan menjadi angka di atas kertas tanpa diiringi penguasaan teknologi dan keberpihakan kebijakan yang nyata.
“Membangun industri baja bukanlah proyek satu-dua tahun, melainkan proyek peradaban. Ini adalah tentang membangun fondasi untuk menjamin ketersediaan material bagi infrastruktur, alat pertahanan, transportasi, dan seluruh sendi kehidupan berbangsa. Ini adalah jaminan bagi kita untuk bertahan dalam situasi global yang paling sulit sekalipun,” tegasnya.
Peringatan kemerdekaan tahun ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menegaskan kembali komitmen dalam menguasai sektor-sektor strategis. Dengan menempatkan industri baja sebagai agenda prioritas nasional, Indonesia dapat memastikan bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan dengan pengorbanan para pahlawan akan berdiri kokoh di atas fondasi kemandirian ekonomi yang sejati.
Hal tersebut juga menjadi hal yang diperjuangkan Akbar Djohan, Presiden Direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dimana industri baja adalah “Mother of Industry” dan Krakatau Steel dibangun dari awal sebagai dasar Pembangunan Indonesia.